top of page
  • Tim ADSH

Perlindungan Hukum Terhadap Hewan Untuk Tujuan Percobaan Ilmiah

Oleh Anisah Alviah

Permasalahan

Hewan telah digunakan sebagai subjek uji untuk eksperimen medis dan penyelidikan ilmiah lainnya selama ratusan tahun. Dengan bangkitnya pergerakan penyelamatan hak-hak hewan pada 1970-an dan 1980-an, banyak orang mulai mempertanyakan etika penggunaan makhluk hidup untuk ujian semacam itu. Meskipun pengujian hewan tetap menjadi hal biasa saat ini, dukungan publik untuk praktik semacam itu telah menurun dalam beberapa tahun terakhir.


Dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang biomedis, hewan sering dijadikan sebagai subjek dalam percobaan. Baik untuk tujuan mengetahui efek dari suatu bahan kimia atau untuk mengetahui efektivitas suatu obat. Banyak industri menggunakan pengujian hewan untuk berbagai produk, termasuk kosmetik, obat-obatan, peralatan rumah tangga, dan pestisida. Hewan yang banyak dijadikan sebagai hewan percobaan adalah hewan rodensia atau hewan pengerat.


Secara biologis, DNA hewan pengerat dengan DNA manusia tidak mirip tetapi demi ilmu pengetahuan dilakukan modifikasi DNA pada hewan agar mirip DNA manusia. Selain hewan rodensia, primata juga digunakan sebagai hewan uji coba, contohnya dalam pengujian obat kanker payudara, karena secara fisiologis primata mirip dengan manusia. Satwa lainnya seperti reptil, katak, ikan, babi, anjing, dan kelinci seringkali dikorbankan sebagai hewan uji coba. Babi digunakan sebagai hewan uji coba dalam pengujian autotransfusi darah sebagai model manusia, sedangkan kelinci sering digunakan untuk pengujian beberapa metode dalam bidang kedokteran, dan anjing banyak digunakan dalam pengujian kosmetik, seperti untuk menguji tingkat sensitivitas kulit terhadap zat alergen tertentu.

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti harus membuat dan menyesuaikan protokol dengan standar yang berlaku yang secara umum tercantum dalam World Medical Association, Yaitu :

  1. Respect, menghormati hak dan martabat makhluk hidup, kebebasan memilih dan berkeinginan, serta bertanggung jawab terhadap dirinya termasuk didalamnya hewan coba.

  2. Beneficiary, bermanfaat bagi manusia dan makhluk lain. Manfaat yang didapatkan harus lebih besar dibandingkan dengan risiko yang diterima.

  3. Justice, bersikap adil dalam pemanfaatan hewan percobaan. Contoh sikap yang tidak adil, antara lain : hewan disuntik/dibedah berulang-ulang.


Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan uji coba, juga harus diterapkan prinsip 3R yakni prinsip yang dibuat oleh Russel dan Burch, yaitu:


1. Replacement atau menggantikan. Seiring dengan semakin majunya teknologi, menggantikan hewan uji coba dengan sesuatu yang bersifat artifisial bukan lagi hal yang sulit dilakukan. Seperti dengan menggunakan program komputer, menggunakan organ sintetis, organ/jaringan dari rumah potong hewan.

2. Reduction atau mengurangi. Pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal.

3. Refinement atau memperhalus, yaitu memperlakukan hewan dengan sangat baik dan dijamin kesejahteraannya.

Dasar Hukum

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan

- Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan

Analisa Hukum Pengaturan dalam Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan belum sepenuhnya mencakup aspek kehewanan dalam arti luas. Jangkauan pengaturan sebatas pada hewan budi daya, yaitu ternak, hewan kesayangan, dan hewan laboratorium. Oleh karenanya, diperlukan undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai aspek kehewanan secara komprehensif termasuk pengaturan praktik kedokteran hewan (veteriner) untuk tujuan percobaan medis. Selain upaya tersebut, dalam menciptakan suasana yang kondusif dalam penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan, dikembangkan sistem jaminan penegakan hukum berupa pengenaan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, terhadap perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian negara atau kepentingan orang banyak.


Hewan yang dijadikan sebagai hewan uji coba harus mendapatkan haknya, yaitu tidak merasa kelaparan, ketakutan, dan kesakitan. Akan tetapi pada praktiknya beberapa pengujian pada hewan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit yang dialami oleh hewan inilah yang dijadikan sebagai objek penelitian, misalnya dalam penelitian mengenai infeksi bakteri, hewan uji coba sengaja diberi paparan bakteri untuk melihat reaksi dari infeksi bakteri yang dimaksud. Hewan yang dijadikan kontrol akan dibiarkan terinfeksi tanpa diberikan perlakuan dengan tujuan melihat efek dari infeksi yang diderita. Hal ini jelas melanggar hak kesejahteraan hewan karena hewan secara sengaja disakiti.

Di dalam Pasal 66 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Hewan dijelaskan bahwa :

(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.

(2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:

a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi;

b. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya;

c. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya.

d. sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;

e. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;

f. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;

g. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan

h. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan.

(3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Penjelasan Pasal 66 ayat 4:

Ayat (4)

Termasuk dalam ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain, adalah pengembangan Komite Kesejahteraan Hewan Nasional untuk membina komisi kesejahteraan hewan laboratorium di berbagai instansi dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan.

Pasal 27 ayat (1)

Bagian Keempat Budi Daya

(1) Budi daya merupakan usaha untuk menghasilkan hewan peliharaan dan produk

Hewan.

(2) Pengembangan budi daya dapat dilakukan dalam suatu kawasan budi daya sesuai

dengan ketentuan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.

(3) Penetapan suatu kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur berdasarkan Peraturan Menteri dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang.

(4) Pelaksanaan budi daya dengan memanfaatkan satwa liar dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Yang dimaksud dengan "menghasilkan hewan peliharaan", antara lain, mendomestikasikan satwa liar menjadi ternak, hewan jasa, hewan laboratorium, dan hewan kesayangan. Yang dimaksud dengan "hewan jasa", antara lain, adalah hewan yang dipelihara untuk memberi jasa kepada manusia untuk menjaga rumah, melacak tindakan kriminal, membantu melacak korban kecelakaan, dan sebagai hewan tarik atau hewan beban.

Hewan Laboratorium adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan percobaan, penelitian, pengujian, pengajaran, dan penghasil bahan biomedik ataupun dikembangkan menjadi hewan model untuk penyakit manusia. Sedangkan "hewan kesayangan" adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan olah raga, kesenangan, dan keindahan.

Selain Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009, kesejahteraan hewan juga diatur dalam Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012, yaitu tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan, salah satu poinnya adalah mengenai pelarangan pemanfaatan hewan di luar kemampuan atau kodrat alaminya, termasuk memberikan bahan perangsang fungsi kerja organ, sehingga hewan dapat dieksploitasi di luar kemampuan fisiologis dan biologisnya.

Berdasarkan UU no. 18 tahun 2009, setiap penelitian yang melibatkan hewan harus didampingi oleh dokter hewan, dokter hewan yang melakukan bedah harus memiliki standar kompetensi yang memadai, jika dokter hewan diduga melakukan tindakan malapraktik dan melanggar kode etik dalam penelitian maka dokter hewan tersebut harus menerima konsekuensi penyelesaian permasalahan baik secara hukum dan etik. Sanksi yang diberikan oleh komite PDHI dapat berupa hukuman ringan seperti teguran lisan sampai sanksi berat berupa pemberhentian secara tidak hormat sebagai anggota PDHI. Regulasi mengenai hewan uji coba di laboratorium juga dikaji ulang dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 95 tahun 2012.

Penerapan prinsip kebebasan Hewan pada praktik kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 paling sedikit harus dilakukan dengang:

  1. mengutamakan cara yang tidak menyakiti dan tidak mengakibatkan stres

  2. menggunakan sarana, prasarana, dan peralatan yang bersih, tidak menyakiti, dan tidak mengakibatkan stres

  3. memberikan pakan dan minum yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis hewan.

Pasal 98 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 (1) Praktik kedokteran perbandingan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 harus dilakukan oleh atau di bawah penyeliaan Dokter Hewan.

(2) Dokter Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mematuhi kode etik profesi Dokter Hewan. Pasal 99 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 (1) Setiap orang dilarang:

  1. melakukan kegiatan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu terjadi bagi Hewan:

  2. memutilasi tubuh Hewan;

  3. memberi bahan yang mengakibatkan keracunan, cacat, cidera, dan/atau kematian pada Hewan; dan

  4. mengadu Hewan yang mengakibatkan Hewan mengalami ketakutan, kesakitan, cacat permanen, dan/atau kematian.

Etika dalam memperlakukan hewan uji coba sudah diatur dengan jelas dalam peraturan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2009 dan No. 95 tahun 2012. Peraturan ini dapat menjadi landasan hukum dalam memperlakukan hewan uji coba di laboratorium. Komisi Etik Hewan

Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi No. 108/M/Kp/IX/2004, Menteri Kesehatan No. 1045/Menkes/SKB/IX/2004 dan Menteri Pertanian No. 540.1/Kpst/OT.160/9/2004 tentang pembentukan Komisi Bioetik Nasional (KBN) dan Komisi Nasional Etik Penelitian dan Kesehatan mengatur mengenai kode etik dalam bidang ilmu biomedik, termasuk di dalamnya membahas mengenai hewan uji coba di laboratorium.


Setiap penelitian yang melibatkan hewan harus dilakukan secara etis, dan harus menerapkan prinsip umum etika penelitian kesehatan. Penelitian yang melibatkan hewan harus melalui kajian terlebih dahulu, apakah resiko yang diambil sebanding dengan manfaat yang akan didapatkan, jika resiko yang didapat tidak sebanding dengan manfaatnya maka penelitian tidak perlu melibatkan hewan dan mencari alternatif lain seperti kultur jaringan atau pemodelan komputer. Hal ini juga yang menjadi latar belakang dibentuknya Komite Etik Hewan (KEH) yang bertugas untuk menjaga agar setiap penelitian yang melibatkan hewan tidak menyalahi kode etik dan regulasi yang berlaku. KEH sudah dibentuk di UNJ dan IPB. Penelitian dengan menggunakan hewan secara in vivo dirasa tidak dapat diwakilkan dengan menggunakan metode alternatif lainnya sehingga adanya KEH ini sebagai salah satu upaya agar hewan uji coba tetap mendapatkan haknya.

Negara mana saja yang sudah mulai menerapkan Cruelty-Free ?

Uni Eropa adalah salah satu yang pertama melarang impor dan penjualan kosmetik yang mengandung pengujian hewan. Norwegia telah menghentikan penggunaan produk baru yang telah diuji pada hewan, tetapi obat-obatan yang sebelumnya sudah diproduksi dan mengandung Animal Testing akan tetap ada.

Israel adalah negara ketiga yang melarang kosmetik, perlengkapan mandi, deterjen, dan produk lain yang melibatkan pengujian hewan. Sedangkan di Asia, India telah menjadi negara Asia pertama yang melarang kosmetik dan mewajibkan tes alternatif non-hewan. Negara-negara seperti AS, Australia, dan Selandia Baru mengambil langkah-langkah untuk melarang pengujian hewan secara bersamaan.

Simpulan dan Rekomendasi

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, perlu dibuatnya undang-undang terpisah yang menjamin dan melindungi kesejahteraan hewan laboratorium. Selain itu juga, perlu semakin ditegakkannya prinsip 3R dari Russel dan Burch agar penggunaan jumlah hewan laboratorium semakin berkurang.

Regulasi yang mengatur tentang penggunaan satwa untuk keperluan penelitian perlu dikaji ulang dan adanya konsekuensi yang lebih memberatkan para pelaku usaha yang menggunakan banyak satwa dalam produk yang dijual agar menimbulkan efek jera serta penanganan hukum yang lebih tegas agar semakin mempertegas bahwa kesejahteraan satwa dilindungi oleh payung hukum.

Pemerintah tidak hanya HARUS mengambil langkah-langkah untuk melindungi hewan, tetapi individu juga dapat membuat perubahan nyata bagi hewan. Apabila kita semua tidak menggunakan produk yang menggunakan pengujian hewan demi mendukung produk yang bebas kekejaman, perusahaan yang masih menggunakan hewan percobaan akan kehilangan keuntungan dan saham mereka akan turun. Hal ini dapat memaksa banyak perusahaan untuk mencoba dan menemukan alternatif, serta dapat menempatkan kita selangkah lebih dekat untuk perlahan mengurangi hewan sebagai bahan percobaan medis.

Daftar Pustaka

Agustina, K. K. 2017. Kesejahteraan Hewan . FKH, Universitas Udayana. Bali.

Alfian dan Fitriyah. 2015. Etika Percobaan Klinis, Hewan Percobaan, dan Human Subject. FK

Universitas Padjadjaran. Jatinangor.

Keputusan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi No. 108/M/Kp/IX/2004, Menteri

Kesehatan No. 1045/Menkes/SKB/IX/2004 dan Menteri Pertanian No. 540.1/Kpst/OT.160/9/2004 tentang pembentukan Komisi Bioetik Nasional (KBN) dan Komisi Nasional Etik Penelitian dan Kesehatan.

Pasal 302 KUHP Tentang Perlindungan Serta Penegakan Hukum Terhadap Pelaku

Penganiayaan Hewan.

Prosiding Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional ke-13. 2014

Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. J. Indon

Med Assoc, Volume 63.

Undang- Undang Nomor. 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesejahteraan Hewan

Peraturan Pemerintah Nomor. 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan

Kesejahteraan Hewan.

portal.pdhi.or.id

120 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page